
“Orang mungkin tidak mengetahui tujuan kehidupannya, tetapi ia harus tahu cara menjalani kehidupan”
Saya melihat salah seorang siswa di
lingkungan tempat tinggal saya sangat tekun belajar. Sampai-sampai, ia
tidak sempat meluangkan waktu untuk bermain dengan teman sebayanya.
Tuntutan sekolah yang begitu banyak membuatnya harus berlama-lama di
kamar untuk mentransfer informasi yang ada di buku ke dalam otak atau
memorinya. Saya sangat kasihan dengan siswa tersebut. Mengapa? Di satu
sisi, siswa tersebut memang terasah kemampuan kognitifnya. Namun di sisi
lain, ia mengalami ketimpangan atau kelumpuhan emosional (afektif).
Hidup itu seperti naik sepeda, perlu sekali menjaga keseimbangan. Jika
keseimbangan tidak terjaga maka akan jatuh.
Melihat siswa tersebut, saya sarankan
pada orangtuanya untuk membantu mengatur waktu, agar ia tidak terkurung
di dalam kamar, sementara kawan-kawannya asyik bermain. Yang tidak ia
sadari, bahwa bermain sebenarnya juga bagian dari proses belajar.