- Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu orientasi pendidikan kejuruan tersebut mengarah pada lulusan yang dapat dipasarkan di dunia kerja.
- Justifikasi pendidikan kejuruan mengacu pada kebutuhan nyata tenaga kerja di dunia usaha dan industri.
- Pengalaman belajar yang didapatkan melalui pendidikan kejuruan meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diterapkan baik pada situasi simulasi kerja melalui proses belajar mengajar, maupun situasi kerja yang nyata dan sebenarnya.
- Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria, yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success), dan keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school success). Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler, sedangkan kriteria kedua ditunjukkan oleh keberhasilan atau kinerja lulusan setelah berada di dunia kerja yang nyata dan sebenarnya.
- Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya suai (responsiveness) terhadap perkembangan dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan kejuruan harus dapat responsif dan proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan menekankan pada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang.
- Bengkel kerja dan laboratorium merupakan kelengkapan utama dalam pendidikan kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif.
- Hubungan kerjasama antara lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan industri merupakan suatu keharusan, seiring dengan tingginya tuntutan relevansi program pendidikan kejuruan dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Djojonegoro (dalam Sudira, 2009) menjelaskan pendidikan kejuruan
memiliki multi-fungsi yang jika dilaksanakan dengan baik akan memberikan
kontribusi yang besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Fungsi-fungsi tersebut mencakup: (a) Sosialisasi yaitu transmisi dan
konkritisasi nilai-nilai ekonomi, solidaritas, religi, seni, dan jasa;
(b) kontrol sosial yaitu kontrol perilaku dengan norma-norma kerjasama,
keteraturan, kebersihan, kedisiplinan, kejujuran, keterbukaan; (c)
Seleksi dan alokasi yaitu mempersiapkan, memilih, dan menempatkan calon
tenaga kerja sesuai dengan permintaan pasar kerja; (d) Asimilasi dan
Konservasi budaya yaitu absorbsi antar budaya masyarakat serta
pemeliharaan budaya lokal; (e) Mempromosikan perubahan demi perbaikan.
Pendidikan kejuruan tidak hanya mendidik dan melatih keterampilan yang
ada, tetapi juga harus berfungsi sebagai pendorong perubahan.
Pendidikan kejuruan berfungsi sebagai proses akulturasi atau
penyesuaian diri dengan perubahan dan enkulturasi atau pembawa perubahan
bagi masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan kejuruan diharapkan tidak
hanya adaptif tetapi juga harus antisipatif.
Selain fungsi di atas, Sudira (2009) juga mengemukakan bahwa
pendidikan kejuruan juga memiliki tiga manfaat utama yaitu: (a) bagi
peserta didik, manfaat yang didapatkan adalah sebagai peningkatan
kualitas diri, peningkatan peluang mendapatkan pekerjaan, peningkatan
peluang berwirausaha, peningkatan penghasilan, penyiapan bekal
pendidikan lebih lanjut, penyiapan diri bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, penyesuaian diri terhadap perubahan dan lingkungan; (b) bagi
dunia kerja, mereka dapat memperoleh tenaga kerja berkualitas tinggi,
meringankan biaya usaha, membantu memajukan dan mengembangkan usaha; (c)
bagi masyarakat secara keseluruhan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, meningkatkan produktivitas nasional, meningkatkan
penghasilan negara, mengurangi pengangguran.
Menurut Djohar (2007:1295-1297)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar